Sudut Pandang Seorang Pastor Sekaligus Penulis dalam Perhelatan STQH XXXI

TANA TORAJA_26/04/2019

Yans Sulo Paganna’, Pr, merupakan penulis dan juga seorang pastor pada Gereja Katolik Paroki Makale, membuat sebuah tulisan singkat tentang pandangannya terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Ummat Muslim yaitu Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) di Tana Toraja.

Yans Sulo Pagnna’, Pr adalah seorang rohaniwan asal Toraja. Aktif dalam kajian budaya Toraja, bergabung dalam Agenda 18 Jakarta, pernah mengajar di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan aktif menulis buku-buku tentang Toraja. Saat ini sedang menggagas berdirinya sekolah Torajalogi: Center for Torajan Indigenous Culture and Knowledge.

Tulisan yang dikirimkan melalui media sosial Whatsapp menggugah para pembaca muslim dan non-muslim, agar bisa memaknai sikap dan sifat toleransi antara ummat.

Seperti ini tulisannya:

“Ketika suara pengajian berkumandang dari aula Paroki Makale (Dan aku memuji Allahku akan indahnya kerukunan hidup beragama di negeriku), Semoga anda pulang lebih bahagia daripada saat Anda datang ke rumah kami ini.

Hari ini, aku terbangun pagi-pagi sekali untuk mempersiapkan penyambutan para tamu “istimewa” kami yang akan datang ke Paroki kami, Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Makale – Tana Toraja. Tamu “istimewa” itu adalah saudara-saudara kami umat muslim yang sedang mengadakan Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits (STQH) di kota Makale dan sekitarnya. Sedikitnya ada 300-an peserta yang merulakan utusan 24 kabupaten se-Sulawesi Selatan.

Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadits atau disingkat STQH merupakan kegiatan lomba membaca dan tafsir Alqur’an umat Islam yang diadakan sekali dalam dua tahun dengan materi lomba terbatas dari MTQH. STQH tingkat provinsi Sulawesi Selatan tahun ini berlangsung di Toraja. Dalam acara pembukaan kemarin, 23 April 2019, yang dihadiri dan dimeriahkan oleh masyarakat Toraja, baik yang muslim maupun kristen.

Acara pembukaan berlangsung di Taman Rakyat Plaza Kolam Makale dan berlangsung sangat meriah. STQH XXXI tingkat se-Sulawesi Selatan tahun ini merupakan pelaksanaan paling unik dan langka. Karena pelaksananya bukan saja umat muslim tetapi sebagian terbesar panitianya adalah umat kristiani. Bahkan tempat pelaksanaan lomba pun tidak saja di mesjid tetapi di aula Paroki (aula gereja katolik) dan di gedung BPSW (gereja Toraja).

Pagi hari ini, sekitar jam 08.00 waktu setempat, rombongan peserta lomba bersama para hakim memasuki kompleks Paroki Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria Makale. Rombongan kami terima secara resmi sebagaimana biasanya kami menerima tamu-tamu agung kami di Toraja. Barisan penari, THS-THM, majelis taglim, dan umat Paroki berbaris menyambut kedatangan mereka. Setelah memasuki kompleks paroki Makale, tamu-tamu kami dudukkan di tiga lumbung Paroki, kemudian kami suguhkam tarian penyambutan.

Saya mewakili tuan rumah menyambut mereka dengan ucapan selamat datang, sekaligus menjelaskan arti dari tarian penyambutan yang dibawakan oleh anak-anak sekolah minggu Paroki Makale. Setelah tarian penyambutan, saya mempersilahkan mereka untuk masuk ke aula Paroki yang telah kami design indah sebagai tempat lombah membaca alqur’an bagi peserta STQH dari 24 kabupaten se-Sulsel. Sementara mereka berlomba, umat paroki Makale menjaga keheningan lokasi di luar aula sambil menyiapkan minuman dan kue tori gratis di sekitar kompleks Paroki. Kamipun menikmati alunan suara para naviz dan navizah yang sedang mengadakan lomba pengajian dari dalam aula Paroki.

Sungguh sebuah pengalaman indah yang tidak akan pernah terhapus dari dalam sejarah hidupku. Menyaksikan dan menikmati keindahan hidup dalam persaudaraan walau berbeda agama. Akupun mencoba menangkap kesan mereka lewat raut wajah, senyum, dan berbagi kisah dengan beberapa ustazt dan ofisial yang sedang menunggu utusan-utusan mereka berlomba.

Senyum manis ciptaan hati mereka terpancar di wajah-wajah suci mereka. Tanpa canggung mereka minum kopi yang disediakan oleh ibu-ibu dari Gereja Katolik, sambil duduk santai di lumbung paroki Makale. Duh,… … sungguh indahlah kasih persaudaraan itu di sini. Akupun semakin sadar bahwa benarlah kata-kata ini: “Tidak harus sedarah untuk bisa disebut saudara”. Jadilah kompleks Paroki hari ini sebagai kompleks kasih persaudaraan tanpa sekat agama. Beberapa di antara mereka memintaku untuk berfoto bersama.

Malam hampir berganti dan aku kembali ke kamar untuk merangkai kata ini. Aku bersyukur bahwasanya aku diberi kesempatan menjadi bagian dari “sejarah toleransi” antar umat beragama yang sungguh-sungguh indah ini. Tiada kata lain yang terucap dan tercatat dalam hatiku, kecuali kata: “Terima kasih ya Allahku, bahwa Engkau memperkenankanku menikmati keindahan dan kesejukan hidup dalam kerukunan penuh kasih persaudaraan ini, walau berbeda agama dan keyakinan. Semoga pengalaman indah ini juga dialami oleh semua saudara-saudaraku yang lain di muka bumi ini”.

Sebelum hari berganti, izinkan aku mengucapkan dari hatiku yang paling dalam untuknsaudara-saudaraku yang muslim, yang datang ke Paroki Makale, “Terima kasih untuk Anda pula karena telah mengantarku pada permenungan betapa Allah itu sungguh-sungguh hadir di tengah-tengah kehidupan ini, karena aku percaya bahwa dimana ada cinta kasih disitulah Allah hadir. Doa terbaikku untuk Anda, saudara-saudara sekalian. Semoga Anda pulang lebih bahagia daripada saat Anda datang ke tempat ini”. Selamat dan sukses untuk acara STQH XXXI Se-Sulawesi Selatan.

Yans Sulo Paganna’, Pr.
(Kapelan Paroki Makale)

Laporan Reporter Sulapa. com “Achy” langsung dari Arena STQH XXXI Se-Sulawesi Selatan Tanah Toraja.

Tinggalkan Balasan