Di zaman kontemporer, simbolisasi agama semakin merebak bak aliran air sungai yang tidak terbendung. Simbolisasi yang memarjinalkan substansi dari pada agama itu sendiri. Simbolisasi yang seharusnya hanya diperuntukkan perindividu saja malah menjalar kepada sebuah kelompok bahkan sistem negara yang mengharuskan simbolisasi itu sendiri. Simbolisasi dengan menggunakan nash-nash Al-Kitab dimonopoli dan diperkosa oleh tangan-tangan bejat yang tidak bertanggung jawab untuk memenuhi ambisi mereka.
Dalam bahasa sansakerta, agama berasal dari kata A dan Gama. A yang berarti tidak dan Gama yang berarti kacau. Jadi agama ialah hal yang membuat kehidupan ini tidak kacau balau. Dalam hemat saya, agama mempunyai pengertian yakni hal yang mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhannya, manusia dengan sesama makhluk hidup agar kehidupan ini berjalan dengan baik.
Karena terlalu banyak mengkonsumi micin maka para pemabok formalisasi ini menganggap agama punya sistem formal yang universal mengatur kehidupan ini dan harus diterapkan. Pemabok yang kerja otaknya terlalu berlebihan dengan daya khayal tinggi, euforia pada masa lampau mengingatkan akan kejayaannya mengharuskan formalisasi ini harus dilaksanakan.
Para pemabok simbolisasi ini menyalahkan orang yang tidak sepaham dengannya. Tuduhan dengan tidak Islami, musyrik, bid’ah dan yang lebih parah yaitu pengkafiran itu sendiri kepada sesama pemeluk agama Islam itu sendiri. Tuduhan yang mereka lontarkan itu sama persis dengan apa yang kelompok Khawarij (kelompok yang memisahkan diri dari kelompok Ali bin Abi Thalib) lakukan kepada sesama pemeluk agama Islam. Padahal dalam ajaran agama Islam hal itu tidak pernah diajarkan bahkan tuduhan seperti itu akan kembali kepada si penuduh jika tuduhannya itu tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Kalam Tuhan dan Rasulullah dimonopoli sedemikian rupa untuk menjatuhkan sesama pemeluk agama Islam dan Kalam tersebut digunakan sebagai pembelaan dan penguatan untuk argumentasinya. Kalam Tuhan yang sering digunakan oleh kelompok ini berbunyi “Barang siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah, maka ia adalah orang kafir”. Para pemabok simbolisasi hanya memahami kalam Tuhan dengan tekstual dan lupa bahwa ada kalam yang jelas maknanya tidak butuh penafsiran lagi (Muhkam) dan kalam yang tidak jelas maknanya butuh penafsiran oleh orang yang memenuhi kriteria persyaratan untuk menafsirkan (Mutasyabih). Kalam yang disebutkan diataskan termasuk mutasyabih karena membutuhkan penafsiran ulang mengingat untuk mengaplikasikannya butuh pendeskripsian kondisi yang tepat. Adagium fiqh yang sesuai untuk hal tersebut berbunyi “Al-Islam yasluhu likulli zamanin wa makanin (Islam itu sesuai dengan tempat dan waktunya).
Para pemabok simbolisasi ini juga menghendaki adanya sistem unviersal. Sistem universal yang harus diterapkan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam negeri. Bahkan parahnya pemabok simbolisasi ini menghendaki adanya negara Islam dengan mengganti Pancasila sebagai ideologi menjadi Khilafah. Para pemabok ini lupa dalam Islam tidak ada sistem yang pasti mengenai bentuk kepemimpinan itu sendiri dan bentuk pemerintahan dalam negara. Rasulullah SAW setelah meninggal, beliau tidak memberikan wasiat mengenai siapa yang akan memimpin umat. Sistem kepemimpinan setelah Rasulullah SAW wafat pun tidak jelas. Abu Bakar resmi menjadi pemimpin setelah beliau dibaiat/diprasetia oleh para pemimpin suku baik muhajirin dan Anshar. Abu Bakar sebelum meninggal langsung menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantinya. Ketika Umar ditikam Abdurrahman bin Muljam dan berada diakhir masa hidupnya, beliau meminta agar dibentuk sebuah dewan pemilih yang terdiri dari 7 orang termasuk anaknya Abdullah yang tidak boleh dipilih menjadi pengganti beliau. Lalu Usman bin Affan resmi menjadi pengganti beliau setelah mencapai kata mufakat. Bentuk pemerinahan setelah Rasulullah meninggalkan kota Madinah pun tidak jelas. Dalam konteks Indonesia, para pemabok khilafah ini pun lupa akan keberagaman dan kemajemukan yang ada di dalam Indonesia itu sendiri. Karena keanekaragaman itulah banyak pihak yang tidak setuju akan khilafah, mereka tidak ingin mencederai apa yang telah leluhur pertahankan dan bangun. Pihak yang tidak setuju akan hal tersebut banyak datang dari kalangan umat Islam dan pemeluk agama lain selain Islam. Pihak yang kontra terhadap Khilafah berpendapat bahwa Pancasila adalah ideologi yang sempurna untuk Indonesia memberikan kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan sila pertama KeTuhanan Yang Maha Esa. Stabilitas sebuah negara adalah sesuatu keniscayaan yang harus dipertahankan agar keanekaragaman itu tidak tercederai.
Pemabok simbolisasi ini bersembunyi di balik jubah putih nan suci agar supaya mereka yang tidak paham dengan apa yang pemabok simbolisasi lakukan ini terlena dengan rayuan sebagaimana rayuan lelaki kepada perempuan. Pemabok simbolisasi akan menampakkan wajah aslinya bila mana apa yang mereka kehendaki sudah terlaksana.
Dunia Internasional merasa bingung dengan Indonesia, mengapa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan bangsa tidak mengalami perpecahan berbeda dengan negara lain yang karena keanekargamannya mengalami perpecahan. Apa yang mereka dapatkan dari hal tersebut ? Dunia Internasional dibuat kagum oleh Ideologi Pancasila karena dapat mempersatukan hal tersebut. Jangan merusak apa yang telah menjadi konsepsi bagi kami semua. Pancasila tetap utuh karena aku, kamu dan kita ada.
18 November 2019
Moeltazam. R (Kader IMDI Parepare)