OPINI : Problem Kuliah Daring Di Tengah Pademi Covid-19



Seperti yang telah kita ketahui bahwa virus corona (covid-19) telah menjadi topic terhangat sejak beberapa bulan terakhir. Virus ini mendadak menjadi teror mengerikan bagi masyarakat dunia. Terutama karena sejak kemunculannya, virus ini mampu merenggut nyawa ratusan orang hanya dalam waktu yang terbilang sangat singkat.

Tetapi, satu hal yang lebih menakutkan adalah bahwa virus ini terus-menerus mencari mangsa sementara obatnya belum dapat dipastikan secara pasti sampai detik ini.

Akibat dari mewabahnya covid-19 ini. Pemerintah terpaksa harus mengambil kebijakan yang dasyat dengan melockdown beberapa daerah, dan menghimbau masyarakat untuk mengurangi kegiatan di luar rumah, serta menghindari kerumunan banyak orang demi meminimalisir tingkat penularan covid-19. Kebijakan tersebut tentu berimbas pula kepada system perkuliahan diseluruh kampus di Indonesia.

Yah, kuliah daring (online) menjadi satu-satunya cara yang harus ditempuh sehingga proses perkuliahan masih dapat berjalan sesuai jadwal akademik walaupun ditengah-tengah pandemic covid-19 yang memaksakan kita untuk tetap beraktivitas dari rumah saja.

Awalnya mahasiswa beranggapan bahwa kuliah daring itu akan jauh lebih menyenangkan di banding kuliah tatap muka. Karena pelaksanaannya terbayang santai dan tidak formal juga, sehingga mahasiswa tidak akan sesibuk yang biasanya.

Namun realita menampar anggapan tersebut. Hanya selang beberapa hari setelah kuliah daring diterapkan, justru malah menimbulkan banyaknya keluhan dari para mahasiwa yang kita banyak kita jumpai didunia maya. Tak terhitung mahasiswa yang mengeluh tentang pelaksanaan kuliah online (daring) tidak berjalan secara efektif.

Walau tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan yang secara mendadak ini memang menimbulkan ketidaksiapan baik dari pihak pengajar maupun mahasiswa itu sendiri.

Kritikan lantas bermunculan seiring dengan diberlakukannya sistem ini. Mulai dari kurangnya dukungan dari sarana dan prasarana, ketidaksiapan sumber daya manusia, ketidaklancaran jaringan internet dibeberapa daerah, hingga borosnya biaya akses internet untuk kuliah online.

Namun, dari sekian banyak problematika yang ada, bertambahnya beban akademik menjadi salah satu yang paling banyak dikeluhkan mahasiswa lantaran banyak pihak pengajar yang membebankan tugas lebih banyak dari biasanya.

Akan tetapi dapat dipahami pula bahwa tentu dari pihak pengajar pun harus memutar otak mencari cara bagaimana agar seluruh materi yang seharusnya disampaikan dalam tiap pertemuan itu dapat diterima oleh mahasiswa sebagaimana mestinya. Hingga pada akhirnya melimpahkan banyak tugas sebagai ganti dari materi yang seharusnya dipelajari pada saat itu juga.

Penulis, sebagai salah satu mahasiswa penerima Program Beasiswa Bidikmisi memang mengeluhkan hal yang sama. Tapi apa boleh buat, saya yakin dan percaya bahwa seluruh pihak mengupayakan yang terbaik dengan memikirkan sistematika awal perkuliahan. Namun yang menjadi ketakutan saya saat ini adalah terkait nilai IP yang kita dapat pada semester berlangsung.

Bukankah dengan beberapa kendala tersebut akan mengurangi tingkat penilaian dosen terhadap mahasiswanya. Apalagi bagi mahasiswa yang daerahnya terbilang kurang akan jaringan termasuk penulis yang kadang harus terlambat untuk sekedar absen kehadiran dimedia terkait.

Padahal kami punya tanggung jawab lebih pada akademik atas nilai yang kami peroleh nantinya. Tapi apapun itu, tentu semua pihak telah menjalankan tugas masing-masing dan memilih langkah yang terbaik untuk banyak orang. Penulis hanya berharap agar pandemic ini dapat segera berakhir dan proses perkulihan dapat berjalan seperti biasanya. Aamiin.

Alfina Sari
Mahasiswi Prodi Akuntansi Syariah IAIN Parepare

Tinggalkan Balasan