Pilkada Makassar punya banyak “tokoh pengendali”, Parameter: Potensi melahirkan pemimpin tak berkuasa mutlak

MAKASSAR, SULAPA. COM – Pemilihan wali kota Makassar desember mendatang nampaknya akan semakin dinamis. Meski berlangsung serentak diberbagai kab/kota di seluruh indonesia. Khusus di Sulawesi selatan, Makassar menjadi sorotan belakangan ini. Selain karena menjadi episentrum politik di Sulsel, juga dikarenakan sejumlah tokoh berpengaruh akan mengambil peran dibelakang bakal calon. Apalagi nyaris semua bakal calon yang ada saat ini, bergantung pada sosok figur jagoannya baik pengusaha maupun politisi.

Lihat saja, sosok Aksa Mahmud ataupun JK yang berada di kubu Munafri Arifuddin. Appi (sapaannya) memang dikenal punya hubungan kekeluargaan dengan pengusaha nasional Aksa Mahmud. Selanjutnya, Ada nama mantan walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dikubu Syamsu Rizal-Fadli Ananda yang memang sejak dulu menjadi mentor dari deng ical.

Pengaruh menteri Pertanian yang juga mantan Gubernur Syahrul Yasin Limpo juga kemungkinan besar akan diuji jika sang adik, Irman Yasin Limpo (none) maju mengendarai PAN apabila kursi usungan mencukupi. Begitu juga sosok Ketua Nasdem Sulsel, Rusdi Masse (RMS) yang sementara memberi rekomendasi ke Moh Ramdhan Pomanto berpaket dengan istrinya Fatmawati.

Terakhir ada nama Politisi ulung Nurdin Halid. Mantan Ketua umum PSSI ini kemungkinan besar akan mengusung putranya A. Zunnun Armin mengendarai golkar meski target utamanya adalah memasang putranya sebagai wakil.

Direktur Kajian Strategis PT. Parameter Survei Indonesia (PARAmeter), Erwin wijaya memprediksi pilwalkot Makassar akan sangat dinamis. Terlebih banyak kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi khususnya persaingan antar parpol pengusung, gonta-ganti pasangan dan gesekan figur.

“Akan banyak kejutan sampai detik-detik akhir pendaftaran. Termasuk manuver-manuver tokoh pengendali yang setiap waktu menemui pemegang kuasa tiket partai demi memuluskan langkah jagoannya.” Kata Erwin, Ahadd (12/07/20).

Dari sisi lain, menurutnya akan menjadi PR besar bagi kandidat yang memiliki figur pengendali jika terpilih menjadi Wali kota nantinya. Potensi untuk tidak bisa berkuasa mutlak kemungkinan akan terjadi. Dikarenakan figur pengendali tetap akan berperan, baik secara langsung maupun tidak.

“Waktu pilkada DKI 2017 lalu, Anies-Sandi kala itu terpilih dalam 2 putaran bukan karena adanya figur pengendali melainkan adanya momentum besar yang menguntungkan mereka. Alhasil, Anies pun bekerja tanpa didikte oleh kefiguran sampai hari ini”. Cetus alumni pascasarjana unhas ini.

Tinggalkan Balasan