Opini : Sepak bola Membentuk Akhlaq Mulia

Sepak bola, mendidik dan membentuk Akhlak terpuji (Karakter) Karena di dalamnya, ada taktik strategi, kerja sama, bahu membahu, mengejar bola yang satu, menghilangkan ego individu lebih megutamakan team, saling mengsupport tidak saling menyalahkan, bertanggung jawab pada posisi masing masing.

Semua kelihatan sangat jelas di lapangan, siapa Diving, melanggar, ofside, pasti kena semprit oleh wasit yang memimpin, begitupun sebaliknya wasit akan diprotes jika mengambil keputusan tidak adil, semua pemain bisa diamati secara langsung oleh pelatih dan penonton yang menyaksikan permainan.

Pelatih punya hak mengganti pemain, yang hanya sekedar menunggu bola, tidak ada usaha untuk menjemputnya, begitupun sebaliknya pemain akan dipertahankan jika punya Fighting spirit, cerdas mencari tempat dan bekerja secara team, terus berlari dan berlari mencari kesempatan dalam memasukkan bola

Endingnya adalah, jika menang itu adalah kemenangan bersama, kalah . Itupun kalah bersama,. Semua di Syukuri secara Team. Lihatlah Pemain TIMNAS yang Muslim mereka melakukan Sujud Syukur, ketika memasukkan bola, mencium tangan pelatih disaat pergantian dan selesai permainan, bahkan pelatih kompetitor lawan. Ini menunjukkan ada ketawadhuan dari sang pemain yang telah terbentuk oleh Coach Indra Syafri dan pelatih lainya.

Olah raga yang sangat diminati dan paling populer di dunia serta paling banyak peminatnya adalah “Sepak bola” kenapa? Di dalamnya ada; Drama, tawa, kecewa, gembira dan bahagia, bahkan air mata, larut dalam satu rasa. Saat pemain memainkan peran dan menjujung tinggi sportivitas, berlari, mengolah sikulit bundar dengan ritme yang apik, maka supporter pun memberikan tepukan gemuruh. dan menghargai pemain.

Kalah dan menang, sudah Sunnatullah, apa yang terjadi dengan TIMNAS Indonesia pada Piala AFF tahun 2021, sangat memberikan pelajaran yang berharga, datang dengan status yang tidak diunggulkan (Underdog) bahkan cenderung diremehkan (tidak direkeng) oleh pelatih peserta dari Negera Asia Tenggara dalam kompetisi dua tahunan ini.

Di luar dugaan dan nalar manusia, TIMNAS berusaha mementahkan semua itu dengan memberikan bukti, membungkam predeksi yang ada, mempercayai diri sendiri akhirnya Tim Negara Serantau berbalik memuji.

Artinya apa? Mengajarkan kepada kita semua, bahwa jangan pernah menggap enteng kompetitor Anda, karena bisa saja membalikkan keadaan,.Bola itu bundar’ dan roda selalu berputar. Drama TIMNAS VS SINGAPURA, menunjukkan betapa respeknya pendukung Singapore, walaupun kalah tetapi kepala tetap tegak, itu karena mereka melaluinya dengan perjuangan, tidak menyerah sebelum Pluit berkahir, sekalipun bermain 9 orang sahaja.

Dalam Ulasan seorang pengamat Sepakbola, menjelaskan, Ketika Shin Tae Yong ditunjuk menjadi pelatih timnas Indonesia, saya tak terlalu peduli. Saya pikir dia tak berbeda dengan pelatih lainnya. Namun seorang kawan yang bekerja di Google meyakinkan saya kalau dia berbeda.

Shin Tae Yong telah membentuk TIMNAS FIGHTING SPRIT, bertahan dan menyerang sama bagusnya, Sepak bola No Rasisme, itu terbukti Asnawai Mangkualam Bahar ditegur oleh pelatih,setelah memprovokasi pemain Singapore (Faris Ramli) walaupun hanya kalimat Thank you, karena momentnya salah tempat. Berita CNN. Com. Sepak bola

Kawan itu menunjukkan beberapa wawancara dengan Shin Tae Yong. Rupanya, Shin datang bersama asisten pelatih dari Korea.

Saya tertarik dengan Lee Jae Hong, pelatih fisik yang dibawa Shin Tae Yong. Dia ikut mendampingi Shin sebagai pelatih fisik Timnas Korsel di Piala Dunia Rusia, tahun 2018.

Lee menjelaskan kelemahan fisik timnas Indonesia. Dia mengamati banyak pertandingan. Timnas hanya sanggup bermain selama satu babak. Di babak kedua, stamina mulai turun. Mental juang sudah hilang. Selain itu, timnas selalu kalah duel. Sekali disenggol, langsung tumbang.

Menurutnya, kecepatan pemain Indonesia dan Korea hampir sama. Yang membedakan adalah kekuatan (power), body balance, dan endurance (daya tahan). Indonesia lemah di banyak sisi.

Dia juga melihat mental. Menurutnya, pemain Indonesia terlalu baik dan pasrah. Dalam sepakbola, kebaikan itu tidak berguna. “Anda harus melihat setiap pertandingan seperti perang. Di situ, Anda harus punya semangat menang dan mengalahkan. Harus siap bertarung. Kalau perlu membunuh,” katanya.

Lee melihat secara holistik. Menurutnya, fisik dipengaruhi oleh tiga hal yakni gaya hidup pemain, budaya, serta pola hidup. Dia menyoroti pemain yang suka makan gorengan dan nasi. Menurutnya, budaya makan mempengaruhi fisik pemain. Untuk kuat dan berotot butuh makan protein yang banyak.

Di level klub, pemain tidak mengonsumsi makanan bergizi. Tanpa banyak makan protein dan makanan bergizi, maka kebutuhan energi tidak akan cukup. Otot tidak bisa terbentuk. Padahal, sepakbola adalah olahraga fisik. Pemain harus siap berduel, siap main keras dengan kaki.

Lee tidak memahami kalau pemain bola di Indonesia kebanyakan berasal dari masyarakat dengan kategori ekonomi menengah ke bawah. Mereka bermain bola di tengah desakan ekonomi. Bola adalah salah satu yang memberi harapan bagi keluarga.

Setelah identifikasi, pelatih Shin dan Lee membuat daftar latihan. Porsi utama latihan adalah fisik. Rapor semua pemain dipantau. Mereka ditargetkan bisa bermain keras dan tahan banting saat di lapangan.

Para pemain diberikan weight training. Postur tubuh membesar. Kemampuan juga terus membaik. Pemain timnas diminta kurangi karbohidrat, perbanyak makan sayuran dan protein. Pemain juga dilarang makan gorengan, sebab di situ ada lemak-trans yang tidak baik bagi tubuh. Idealnya, pemain bola hanya memiliki persentase lemak tubuh sebesar 6 – 12 persen.

Saat Training Center (TC) di Kroasia, fisik pemain mulai membaik. Rata-rata lemaknya sudah di kisaran 6-12 persen, mirip dengan pemain Korea. Saat itulah, pelatih Shin mulai mengajarkan filosofi bermain bola, juga strategi menang, sesuatu yang hilang di timnas Indonesia selama bertahun-tahun.

Di ajang Piala AFF, timnas ini ikut bertanding. Datang sebagai pasukan muda, tim ini tak punya target. Bahkan mantan pemain senior Malaysia, Safee Sali, sempat memandang remeh tim muda yang minim pengalaman ini. Tim ini diprediksi hanya akan menjadi sasaran tim-tim besar di babak penyisihan.

Orang heran, siapa sangka, tim ini justru menggila. Kekuatan pemain muda itu malah menggulung permainan Malaysia dan menahan imbang Vietnam yang fisiknya dilatih para juru latih Korea selama bertahun-tahun.

Timnas, terus berlari, jatuh bangun lagi… sanggup bermain selama 90 menit, dengan mental yang terus membaik. Dalam pertandingan melawan Singapura, penjaga gawang Nadeo, yang disebut netizen seperti Kepa, malah bisa menggagalkan penalti di menit krusial. Ada faktor luck, ada Doa seluruh rakyat Indonesia .

Kini, timnas itu mulai menatap final. Mereka yang tadinya dianggap zero, kini mulai menjadi hero. tadinya dihujat berbalik di puja. Itulah sepak bola , berkat para racikan atau pria paruh baya Korea, yakni jajaran pelatih di bawah Shin Tae Yong, mereka siap untuk bermain di final.

Shin Tae Yong mulai dicintai banyak orang. Kehadirannya di Indonesia mirip drama Korea. Setelah memegang Timnas Korea, dia bersedia melatih Timnas Indonesia demi membantu ekonomi keluarga. Kini dia mulai dicintai publik Indonesia. Banyak yang menyapa “We love you Coach!

Apapun hasil pertandingan di final, itu adalah ” Sesuatu” Sebab tim ini telah menunjukkan motivasi, daya tahan, dan rasa Nasionalisme akan kemenangan, hal-hal yang selama ini hilang. Mereka siap bertempur habis-habisan. “Patriot yang Sopan dan Kesatria”_ Dasa Dharma Pramuka.

Di salah satu media, Asnawi Mangkualam, putra pemain legendaris PSM Makassar, Bahar Muharram, mengaku siap bertempur. “Kalaupun kami kalah, maka kami akan kalah saat berdiri. Kami akan kalah dalam posisi perang,” katanya.
inilah karakter Akhlak Mulia khas Bugis Makassar, SIRI NAFACCE. Jangan sampai RIFAKASIRI. Senada dengan sang Kapten Utama Evan Dimas, Ini adalah harga diri Bangsa.

Parepare Kota Pendidikan, 28 Desember 2021.

Penikmat Sepak bola
Muh Dahlan .

Tinggalkan Balasan